Mendiagnosis gangguan mental bukan hal yang
mudah. Dalam sejarahnya, penyusunan buku pedoman dan pegangan untuk
mendiagnosis gangguan jiwa sering memicu perdebatan mengenai penyakit
apa yang akan disertakan. Perdebatan ini tak hanya terjadi di kalangan
ilmuwan, tapi juga di masyarakat awam.
Buku yang bernama diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders (DSM) adalah buku yang menjadi acuan seluruh ahli psikologi di dunia. Penyusunnya adalah para pakar psikologi yang tergabung dalam American Psychological Association (APA).
Beberapa gengguan mental yang sempat menjadi kontorversi tersebut seperti dilansir livescience.com, antara lain;
1. Gangguan Identitas Gender
Buku yang bernama diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders (DSM) adalah buku yang menjadi acuan seluruh ahli psikologi di dunia. Penyusunnya adalah para pakar psikologi yang tergabung dalam American Psychological Association (APA).
Beberapa gengguan mental yang sempat menjadi kontorversi tersebut seperti dilansir livescience.com, antara lain;
1. Gangguan Identitas Gender
Menurut lembaga Society for the Advancement of Sexual Health, kecanduan seks ditandai dengan kurangnya kontrol atas perilaku seksual.
Pecandu seks akan menuruti keinginan seksualnya meskipun berakibat buruk, tidak bisa menetapkan batasan dan terobsesi dengan seks bahkan ketika tidak ingin memikirkan hal itu. Beberapa pecandu seks mengaku tidak mendapatkan kenikmatan dari perilaku seksualnya, tapi hanya menghasilkan rasa malu.
Gangguan ini belum dimasukkan ke dalam DSM, dan kemungkinan tidak akan disertakan dalam DSM edisi berikutnya. Malahan, Asiosiasi Psikologi Amerika (APA) bermaksud menambahkan kelainan seksual baru yang disebut gangguan hiperseksual, yang tidak menggambarkan tentang kecanduan seks.
3. Homoseksualitas
Dalam sejarahnya, homoseksual adalah gangguan kejiwaan yang paling kontroversial. APA mencoret homoseksualitas dari daftar gangguan mental pada tahun 1973 setelah mendapat gempuran protes dari aktivis gay dan lesbian.
Beberapa bukti ilmiah menyarankan bahwa ketertarikan sesama jenis adalah hal yang normal di kalangan orang yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
4. Gangguan Asperger
Gangguan Asperger ditandai dengan kecerdasan dan kemampuan bahasa yang normal, namun keterampilan sosial yang buruk. Ganggguan ini dimasukkan DSM pada tahun 1994, namun pada tahun 2013, gangguan ini dipastikan sudah dikeluarkan dari daftar.
Alasannya, penelitian telah gagal membedakan antara gangguan Asperger dan autisme. 44 persen anak yang didiagnosis Asperger benar-benar memenuhi kriteria autisme, menurut sebuah survei tahun 2008.
5. Gangguan Bipolar pada Anak
Gangguan bipolar ditandai oleh perubahan suasana hati antara depresi dan rasa senang. Pada tahun 1994 sampai 2003, jumlah kunjungan dokter terkait dengan gangguan bipolar pada anak naik 40 kali lipat, demikian menurut sebuah penelitian tahun 2007 di jurnal Archives of General Psychiatry.
Masalahnya adalah, sebagian dari kenaikan itu disebabkan karena perubahan cara psikolog mendiagnosa gangguan bipolar pada anak-anak, bukan karena peningkatan kasus secara aktual.
Untuk mengatasinya, APA berencana menambahkan gangguan baru, yaitu disregulasi marah dengan dysphoria. Gangguan ini akan berlaku untuk anak-anak yang memiliki suasana hati mudah tersinggung dan sering marah. Namun beberapa ahli sudah meragukannya karena beberapa gangguan perilaku pada anak dianggap hal yang normal.
6. ADHD pada Dewasa
ADHD adalah singkatan dari attention deficit hyperactivity disorder. Anak-anak dengan ADHD mengalami kesulitan duduk dengan diam, memperhatikan, dan mengontrol dorongan hatinya. Baru-baru ini, beberapa psikiater mulai mendiagnosa ADHD pada orang dewasa.
"Beberapa gejala ADHD pada anak-anak saja sudah dianggap diagnosis yang berlebihan, apalagi pada dewasa. Ada tuduhan bahwa psikiater bersekongkol dengan perusahaan farmasi agar dapat menjual obat ADHD lebih banyak," kata psikiater dari New York University, Norman Sussman.
7. Gangguan disosiasi Identitas
Dulu gangguan ini dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda. Gangguan kepribadian ganda terkenal setelah sebuah buku berjudul "Sybil" dibuat menjadi film dengan nama yang sama pada tahun 1976.
Film dan buku tersebut bercerita tentang Shirley Mason, nama samaran Sybil, yang didiagnosis memiliki 16 kepribadian berbeda sebagai akibat dari pelecehan fisik dan seksual oleh ibunya.
Buku dan filmnya memang laris, tetapi diagnosisnya sangat jarang ditemui. Pada tahun 1995, seorang psikiater bernama Herbert Spiegel menyelidiki kasus Sybil.
Ia menegaskan bahwa ia mempercayai kepribadian Sybil yang berbeda-beda tersebut diciptakan oleh terapisnya karena efek terapi atau hipnotis, dan hal ini mungkin terjadi tanpa disadari.
Para kritikus berpendapat bahwa gangguan tersebut sebenarnya adalah rekayasa, dibuat dengan maksud meyakinkan pasien bahwa masalahnya adalah karena kepribadian ganda.
Meskipun demikian, gangguan identitas disosiatif berhasil melewati kritik ini dan tidak akan mengalami perubahan besar dalam DSM edisi berikutnya.
8. Narsisistik
Seseorang yang sangat butuh dipuji dan kurang berempati kepada orang lain masuk dalam kriteria narsistik, dan mereka nampaknya memang cocok menjalani psikoterapi. Namun, gangguan narsisitik ini juga sempat menuai kontroversi. Sigmund Freud merevolusi psikologi pada tahun di 1800-an dan awal 1900-an dengan teori-teorinya tentang psikoseksual. Salah satu teorinya adalah menyimpulkan bahwa perkembangan seksual gadis-gadis muda didorong oleh kecemburuan karena tidak memilik ***** (***** envy) dan hasrat seksualnya terhadap ayah.
Kesimpulan ini kontan menuai banyak kontroversi. Namun seiring perkembangan zaman, teori ini telah dianggap usang dengan sendirinya.
10. Histeria
Pada tahun 1800-an, histeria mencakup semua diagnosis gangguan mental pada wanita. Gejala-gejalanya tidak jelas seperti; ketidakpuasan, rasa lemah, serta ledakan emosi.
Pengobatannya sederhana dan dikenal dengan 'histeris paroxysm' atau dikenal juga dengan orgasme. Dokter akan memijat alat kelamin pasiennya secara manual atau dengan vibrator. Meskipun janggal, hal ini tidak dianggap kontroversial ketika itu.
Yang lebih kontroversial adalah meminta pasien wanita 'histeria' untuk beristirahat saja tanpa bekerja atau bersosialisasi. Pengobatan ini seringkali justru memperburuk kecemasan atau depresi. Menurut editorial tahun 2002 di jurnal Spinal Cord, kasus diagnosis histeria mereda secara bertahap sepanjang abad ke-20"